Minggu, 17 Desember 2017

Kemunafikan dalam Pembelaan Palestina


Oleh  : Yuliana


Dilema besar dari keputusan Donald Trump ini ialah sebuah keyakinan keimanan tidak akan pernah selesai dengan solusi politik. Dan pengakuan Donald Trump terhadap  Yerussalem sebagai ibu kota Israel tidak akan mengurangi keyakinan umat bahwa Yerussalem merupakan kota suci, sekaligus diakui sebagai ibu kota Palestina masa depan.
Yerussalem bagi  Yahudi menjadi bagian dari iman mereka. Kota tua itu ialah simbol kejayaan masa lalu mereka. The Temple of Solomon yang diyakini terletak di bawah Masjid Al-Aqsa itulah impian keagamaan mereka. Seperti impian seorang muslim menatap wajah baginda Rasulullah SAW. Sebaliknya, Al-Quds, tempat Masjidil Al-Aqsa berdiri, menjadi bagian integral dari keimanan Islam. Bagi orang Islam tempat ini bukan sekedar terbangun atas sejarah 3000 tahun silam. Tapi diyakini sebagai kota akidah, sejak Nabi Ibrahim hingga keturunan anak-anaknya. Bedanya, bagi kita ialah relevansinya adalah akidah dan keimanan. Sedangkan umat Yahudi relevansinya adalah sejarah kejayaan dan etnik ras.
Keputusan Donald Trump  mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel semakin memperdalam permusuhan. Donald Trump telah menyiram bensin dalam kobaran api kebencian kepada Amerika di mana-mana. Implikasinya tidak hanya pada Israel dan Amerika tapi juga termasuk negara-negara pendukung lainnya, termasuk sebagian dunia Islam sendiri. 
Apa yang dilakukan Donald Trump ini justru  berdampak sangat buruk terhadap Amerika sendiri. Ameriak sejak lama dicurigai sebagai tuan Israel. Maknanya, setiap kebijak buruk pemerintah Israel dinilai sebagi  bagian dari kebijak Amerika. Dengan keputusan tersebut, terkuak sudah kecurigaan itu menjadi bukti yang nyata,bahwa Ameriak selalu menjadi “Bumper” bagi kepentingan Israel. Konseksuensinya, Amerika akan menjadi buah bibir kebencian dan kemarahan dunia Islam. Pada akhirnya, masyarakat akan Amerika akan menjadi korban demi ambisi Donald Trump dalam memuaskan segelintir pendukungnya.

Israel dan Ancamannya Terhadap Dunia Islam
Israel adalah ancaman bagi instabilitas di kawasan Timur Tengah. Bahkan keberadaanya menjadi “bom waktu” bagi kawasan tersebut. “Bom waktu”ini sistematis diciptakan oleh Inggris dan AS di kawsan itu agar kawasan Timur Tengah yang dikenal mempunyai banyak potensi –letak geografis yang strategis, tempat lahirnya agama Samawi, dan cadanagan minyak gas yang melimpah—akan membahayakan posisi Inggris dan AS sebagai adikuasa kuasa negara-negara itu bersatu dan kuat. Jika sudah terlihat tanda-tanda bersatu dan bangkit, tinggal ganggu sedkit kedamaian dengan mengusik Israel, maka perang pasti akan pecah. Jika kawasan anak benua India, Inggris menempatkan “bom waktu” bernama Kashmir maka di  Tengah Tengah ditempatkannya anak emasnya Isarel, sebagai  “bom waktu”.
Amerika Secara terang-terangan memposisikan Israel sebagai anak emas yang tak pernah salah, bahkan dimanja. Ini menunjukkan kuatnya pengaruh lobi tertinggi Israel dalam jantung AS. As menyetujui apapun premintaan Israel dan tidak pernah menyalahkan agresi biadabIsrael terhadap bangsa Palestina dan negara-negara Arab di sekitarnya. AS selalu tanpa rasa malu melakukan hak veto penolakan atas  usaha-usaha anggota PBB untuk memberikan sanksi atau pelanggaran berat yang dilakukan Israel. AS bersikap pura-pura tidak tahu tentang program nukir serta pelnggaran HAM yang dilakukan Israel. Dalam hal ini AS bersikap munafik, sebab jika hal serupa terjadi pada negara lain AS akan langsung menggalang kekuatan untuk menumpasnya. Leubeng blahdeh laot deuh, gajah bak bineh mata hana deuh (semut diseberang lautan Nampak, gajah dipelupuk mata tidak Nampak). Sikap AS yang berulang-ulang seperti ini telah menimbulkan geraka-gerakan radikal, bahkan terorisme, dan anti-Amerika di kalangan dunia Islam.
Karena perangai negara Israel yang tidak simpatik, sering mengganggu negara lain, ingkar janji dan terus menjajah Palestina, maka banyak negara di dunia ini tidak menjalin hubungan diplomatic dengan Israel. Khususnya ngera Islam, kecuali Mesir, Yordania dan Mauritania. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia dengan tegas menolak hubungan diplomatic dengan Israel, tetapi menjalani hubungan baik dengan palestina dengan memberikan tempat khusus kepada palestina untuk membuka kedutaan besar di Jakarta.

Masalah Dunia Islam 
Harusnya kita tidak perlu terlalu shock batin dengan keputusan Donald Trump ini. Selalin memang karakternya yang cenderung berbuat sebelum berpikir dan kalau sudah kalah tidak mau mengakuinya. Tapi juga karena persepsi yang  selama ini berkembang di Amerika bahwa membela Israel adalah sesuatu yang mulia dan sebaliknya, menentang Israel sama halnya dengan menentang Amerika. Seperti Benjamin Nathanyu yang membenci setengah mati Barack Obama karena berani mengkritik Israel.
Sesungguhnya masalah utama justru pada Dunia Islam sendiri. Secara agama ini bukan sesuatu yang aneh. Kelemahan utama umat akan selalu terlihat pada perpecahan. Kerapuhan umat dalam kesatuan selalu kerpa dimainkan oleh mereka yang memiliki kepentingan.
Saat ini ada 57 negara dengan mayoritas Muslim. Tergabung dalam sebuah organisasi OKI (Organisasi Kerja Sama Islam). Organisasi ini ialah organisasi negra-negra di dunia terbesar setelah GNB (Gerakan Non Blok). Persatuan negra-negara Amerika, Uni Eropa masih bahkan Afrika masih kalah. Ironisnya, OKI tidak punya gigi yang kuat ketika berada di posisi membela kepentingan umat. Posisi mereka selalu akan selalu kalah oleh keputusan negara adi kuasa dalam PBB.
Rumor Palestina dari dulu selalu menjadi rumor hangat di kalangan pemimpin Islam. Di setiap kampanye pemilihan misalnya, salah satu rumor yang sering dijual ialah Rumor Palestina. Termasuk pada pemilihan Presiden RI dua tahun lalu, yang berkomitmen membuka kedutaan Indonesia di Palestina yang sampai detik ini belum terlihat bayangannya. Begitulah setelah kepentingan pemain terwujud ditangan maka rumor itu tercampakkan begitu saja. Rumor itu akan kembali dipungut ketika para penguasa itu berkepentingan kembali.
Retorika demi retorika pembelaan Palestina terdengan dimana-mana. Yang ditakutkan adalah ketika pemimpin itu dengan retorika tinggi menghujat, memaki dan mengutuk-ngutuk Israel, tetapi dibelakang dengan tangan terbuka dan pelukan hangat melakukan hubungan diplomatik. Namun, yang pastinya Muslim sejati tahu bagaimana memperlakukan dirinya. Sebab, satu muslim dengan muslim lainnya adalah satu batang tubuh,satu bagian terluka maka seluruh tubuh sakit. Tidak perlu ada kemunafikan dalam kebaikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kemunafikan dalam Pembelaan Palestina

Oleh  : Yuliana Dilema besar dari keputusan Donald Trump ini ialah sebuah keyakinan keimanan tidak akan pernah selesai dengan solu...