Minggu, 17 Desember 2017

Kemunafikan dalam Pembelaan Palestina


Oleh  : Yuliana


Dilema besar dari keputusan Donald Trump ini ialah sebuah keyakinan keimanan tidak akan pernah selesai dengan solusi politik. Dan pengakuan Donald Trump terhadap  Yerussalem sebagai ibu kota Israel tidak akan mengurangi keyakinan umat bahwa Yerussalem merupakan kota suci, sekaligus diakui sebagai ibu kota Palestina masa depan.
Yerussalem bagi  Yahudi menjadi bagian dari iman mereka. Kota tua itu ialah simbol kejayaan masa lalu mereka. The Temple of Solomon yang diyakini terletak di bawah Masjid Al-Aqsa itulah impian keagamaan mereka. Seperti impian seorang muslim menatap wajah baginda Rasulullah SAW. Sebaliknya, Al-Quds, tempat Masjidil Al-Aqsa berdiri, menjadi bagian integral dari keimanan Islam. Bagi orang Islam tempat ini bukan sekedar terbangun atas sejarah 3000 tahun silam. Tapi diyakini sebagai kota akidah, sejak Nabi Ibrahim hingga keturunan anak-anaknya. Bedanya, bagi kita ialah relevansinya adalah akidah dan keimanan. Sedangkan umat Yahudi relevansinya adalah sejarah kejayaan dan etnik ras.
Keputusan Donald Trump  mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel semakin memperdalam permusuhan. Donald Trump telah menyiram bensin dalam kobaran api kebencian kepada Amerika di mana-mana. Implikasinya tidak hanya pada Israel dan Amerika tapi juga termasuk negara-negara pendukung lainnya, termasuk sebagian dunia Islam sendiri. 
Apa yang dilakukan Donald Trump ini justru  berdampak sangat buruk terhadap Amerika sendiri. Ameriak sejak lama dicurigai sebagai tuan Israel. Maknanya, setiap kebijak buruk pemerintah Israel dinilai sebagi  bagian dari kebijak Amerika. Dengan keputusan tersebut, terkuak sudah kecurigaan itu menjadi bukti yang nyata,bahwa Ameriak selalu menjadi “Bumper” bagi kepentingan Israel. Konseksuensinya, Amerika akan menjadi buah bibir kebencian dan kemarahan dunia Islam. Pada akhirnya, masyarakat akan Amerika akan menjadi korban demi ambisi Donald Trump dalam memuaskan segelintir pendukungnya.

Israel dan Ancamannya Terhadap Dunia Islam
Israel adalah ancaman bagi instabilitas di kawasan Timur Tengah. Bahkan keberadaanya menjadi “bom waktu” bagi kawasan tersebut. “Bom waktu”ini sistematis diciptakan oleh Inggris dan AS di kawsan itu agar kawasan Timur Tengah yang dikenal mempunyai banyak potensi –letak geografis yang strategis, tempat lahirnya agama Samawi, dan cadanagan minyak gas yang melimpah—akan membahayakan posisi Inggris dan AS sebagai adikuasa kuasa negara-negara itu bersatu dan kuat. Jika sudah terlihat tanda-tanda bersatu dan bangkit, tinggal ganggu sedkit kedamaian dengan mengusik Israel, maka perang pasti akan pecah. Jika kawasan anak benua India, Inggris menempatkan “bom waktu” bernama Kashmir maka di  Tengah Tengah ditempatkannya anak emasnya Isarel, sebagai  “bom waktu”.
Amerika Secara terang-terangan memposisikan Israel sebagai anak emas yang tak pernah salah, bahkan dimanja. Ini menunjukkan kuatnya pengaruh lobi tertinggi Israel dalam jantung AS. As menyetujui apapun premintaan Israel dan tidak pernah menyalahkan agresi biadabIsrael terhadap bangsa Palestina dan negara-negara Arab di sekitarnya. AS selalu tanpa rasa malu melakukan hak veto penolakan atas  usaha-usaha anggota PBB untuk memberikan sanksi atau pelanggaran berat yang dilakukan Israel. AS bersikap pura-pura tidak tahu tentang program nukir serta pelnggaran HAM yang dilakukan Israel. Dalam hal ini AS bersikap munafik, sebab jika hal serupa terjadi pada negara lain AS akan langsung menggalang kekuatan untuk menumpasnya. Leubeng blahdeh laot deuh, gajah bak bineh mata hana deuh (semut diseberang lautan Nampak, gajah dipelupuk mata tidak Nampak). Sikap AS yang berulang-ulang seperti ini telah menimbulkan geraka-gerakan radikal, bahkan terorisme, dan anti-Amerika di kalangan dunia Islam.
Karena perangai negara Israel yang tidak simpatik, sering mengganggu negara lain, ingkar janji dan terus menjajah Palestina, maka banyak negara di dunia ini tidak menjalin hubungan diplomatic dengan Israel. Khususnya ngera Islam, kecuali Mesir, Yordania dan Mauritania. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia dengan tegas menolak hubungan diplomatic dengan Israel, tetapi menjalani hubungan baik dengan palestina dengan memberikan tempat khusus kepada palestina untuk membuka kedutaan besar di Jakarta.

Masalah Dunia Islam 
Harusnya kita tidak perlu terlalu shock batin dengan keputusan Donald Trump ini. Selalin memang karakternya yang cenderung berbuat sebelum berpikir dan kalau sudah kalah tidak mau mengakuinya. Tapi juga karena persepsi yang  selama ini berkembang di Amerika bahwa membela Israel adalah sesuatu yang mulia dan sebaliknya, menentang Israel sama halnya dengan menentang Amerika. Seperti Benjamin Nathanyu yang membenci setengah mati Barack Obama karena berani mengkritik Israel.
Sesungguhnya masalah utama justru pada Dunia Islam sendiri. Secara agama ini bukan sesuatu yang aneh. Kelemahan utama umat akan selalu terlihat pada perpecahan. Kerapuhan umat dalam kesatuan selalu kerpa dimainkan oleh mereka yang memiliki kepentingan.
Saat ini ada 57 negara dengan mayoritas Muslim. Tergabung dalam sebuah organisasi OKI (Organisasi Kerja Sama Islam). Organisasi ini ialah organisasi negra-negra di dunia terbesar setelah GNB (Gerakan Non Blok). Persatuan negra-negara Amerika, Uni Eropa masih bahkan Afrika masih kalah. Ironisnya, OKI tidak punya gigi yang kuat ketika berada di posisi membela kepentingan umat. Posisi mereka selalu akan selalu kalah oleh keputusan negara adi kuasa dalam PBB.
Rumor Palestina dari dulu selalu menjadi rumor hangat di kalangan pemimpin Islam. Di setiap kampanye pemilihan misalnya, salah satu rumor yang sering dijual ialah Rumor Palestina. Termasuk pada pemilihan Presiden RI dua tahun lalu, yang berkomitmen membuka kedutaan Indonesia di Palestina yang sampai detik ini belum terlihat bayangannya. Begitulah setelah kepentingan pemain terwujud ditangan maka rumor itu tercampakkan begitu saja. Rumor itu akan kembali dipungut ketika para penguasa itu berkepentingan kembali.
Retorika demi retorika pembelaan Palestina terdengan dimana-mana. Yang ditakutkan adalah ketika pemimpin itu dengan retorika tinggi menghujat, memaki dan mengutuk-ngutuk Israel, tetapi dibelakang dengan tangan terbuka dan pelukan hangat melakukan hubungan diplomatik. Namun, yang pastinya Muslim sejati tahu bagaimana memperlakukan dirinya. Sebab, satu muslim dengan muslim lainnya adalah satu batang tubuh,satu bagian terluka maka seluruh tubuh sakit. Tidak perlu ada kemunafikan dalam kebaikan. 

Senin, 13 November 2017

Kontribusi Islam Dalam Kemajuan Eropa

Oleh : Yuliana ( Mahasiswa KPI Uin Ar-Raniry )

Membaca artikel Hasan Basri M.Nur yang disiarkan Serambi Indonesia Edisi 19/3/2001 yang berjudul “ Peran Islam Dalam kemajuan Eropa"

            “…Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri …” (Q.S Ar-Ra’d :11). Penggalan makna dari surat Ar-Ra’du diatas dapat kita jadikan panutan untuk kembali berkaca dan melihat perkembangan Islam di era sekarang. Islam saat ini  seperti sudah berada diambang kehancuran.  Hal ini sangat banyak dipengaruhi oleh budaya eropa. Bangsa Eropa ini ingin menghancurkan Islam dengan cara yang sangat halus melalui teknologi dan aplikasi-aplikasi yang membuat umat Islam menjadi lalai akan suatu hak dan kewajibannya. Kalau kita mengulas balik sejarah kemajuan Islam pada periode klasik, bangsa Eropalah yang nyak belajar dari umat Islam. Lalu mengapa sekarang sebaliknya?.
            Peradaban Islam telah mengalami masa kejayaan yang begitu gemilang pada periode klasik dibawah Khilafah Abbasyiah (750-1258 M) di Baghdad. Pada masa ini, Islam mengalami kemajuan yang pesat pada bidang ekonomi, social politik dan yang sangat menonjol saat itu ialah perkembangan ilmu pengetahuan.  Kemajuan ini dilatar belakangi oleh Yunani Kuno sebagaimana yang tercatat dalam sejarah kira-kira pada abad ke enam sebelum Masehi di Yunanitelah berkembang filsafat dan Ilmu pengetahuan. Lalu, oleh Harun Ar-Rasyid ( Khalifah ke-5 Abbasyiah ) memerintahkan 5 orang datang ke Eropa untuk  mencari dan membeli manuskrip-manuskrip Yunani Kuno untuk dibawa pulang ke Baghdad dikumupulkan dan selanjutnya di terjemahkan.
            Selanjutnya, pada khalifah Al-Makmum (813-533 M) mendirkan sebuah perpustakaan yang bernama Baitul Hikmah. Perpustakaan itu memeuat buku terjemahan yang meliputi pada bidang ilmu kedokteran,matematika, fisika, mekanika, botanika, optika, astronomi, filsafat, logika dan sebagainya. Umat Islam tidak menerima secara mentah-mentah hasil  pemikiran Yunani mereka melakukanpenelitian lanjutan dlaam prose pengembangannya.
            Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan ini, lahirlah ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Al-Razi, Ibnu Batuthah dan lainnya yang turut serta mengembangan ilmu pengetahuan melalui filosofi-filosofi mereka.  Dunia Islam periode ini benar-benar menjadi sorotan peradaban ilmu pengetahuan dunia.
            Memasuki abad ke-13 kemajuan peradaban ilmu pengetahuan dunia Islam mulai mengalami kemunduran dan akhirnya hilang seiring dengan masuknya peradaban modern. Disamping itu, bangsa Eropa memanfaatkan keadaan ini untuk mengejar ketinggalan mereka terhadap ilmu pengetahuan. Sedikit demi sedikit ilmu pengetahuandan filsafat yang ada pada umat Islam dijilat bangsa Eropa yang sadra akan ketinggalan mereka.
            Peradaban Islam masuk ke Eropa umumnya melalui tiga jalur  yaitu  (1) melalui perang salib (perang antara umat Islam dan Kristen), perang ini berlangsung selama dua abad lebih (1905-1291 M ). Efek dari perang ini ialah membuka mata  bangsa eropa dan menyadari akan ketertinggalan mereka dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebab perang ini berlangsung ketika bangsa Eropa dalam kegelapan dan umat Islam dalam masa kejayaan. Bangsa eropa terdorong untuk bangkit dan belajar dari umat Islam untuk mengejar ketetinggalan mereka. (2) Kekuasaan Ilsam di Spanyol. Kekuasaan Islam ini tepatnya berada di Andalusia, ilmu pengetahuan saat itu berkembang sangat pesat. Disana banyak terdapat perguruan tinggi, perpustakaan Darul Hikmah,pusat terjemahan dan kajian Ilmiah yang dibangun oleh umat Ilsam. Hal ini membuat pemuda eropa datang ke Andulisai untuk menimba ilmu dan mengembangan ilmu yang telah diperoleh ke negaranya masing-masing. Namun, kekuasaan Islam di Andalusia berakhir pada saat kekuasaan Kristen dibawah pimpinan Ferdinand-Isabella. Koaliasi yang mereka tawarkan hanya ada tiga : masuk Kristen, meninggalkan Andalusia (diusir), dan dibunuh. Kekejam ini membuat umat islam terindimidasi hingga akhirnya “mati”. (3) kekuasa Islam di Sicilia. Kekuasaan ini berlangsung selama dua abad lebih. Di Scilia umat islam mendirikan 300 sekolah dan masjid sebagai pusat kajian ilmiah.  Kemajuan ini membuka mata bangsa Eropa akan ketertinggalan mereka sehingga mereka termotivasi dan lahirlah renaisans Eropa, terutama.
            Kontribusi yang dilakukan umat Islam terhadap bangsa ERopa ini diakui oleh mereka.Bagi mereka,  Islam adalah guru yang telah mengajarkan dan menyadarkan mereka akan ketertinggalan mereka. Pemikrian yang rasional umat Islam pun berkembang dalam pemikrian mereka. Akan tetapi, mereka hanya belajar pada point pengetahuannya saja tidak pada point agamanya.
 Kemajuan ini tidak lepas dari Teologi Rasional yang memberikan kebebesan umat Islam untuk berlomba-lomba dalam mengembangkan pengetahuan masing-masing. Sayangnya, teologi ini berudab menjadi teologi “pasrah” ketika kejatuhan Baghdad di tangan Hulagu Khan, bangsa Mongol pada tahun 1258 M.
Mengingat sejarah itu, umat Islam saat ini harusnya belajar dari bangsa Eropa hanya mengenai pengetahuannya saja tidak meniru appaun perbuatan yang menyimpang dari syariat Islam. Sehingga kita bisa mengejar ketinggalan ilmu pengetahuan kita yang saat ini sudah jauh terpuruk karena banyak pengaruh negartif dari luar yang kita serap.
           

Kamis, 01 Juni 2017

Islam di Seramoe Mekkah Terancam punah.

oleh  : Yuliana

Merosotnya moral keislaman sebagian besar kalangan masyarakat aceh membuat aceh sudah  tidak layak lagi dijuluki dengan “seramoe mekkah”  kata yang bermakna keislaman, keimanan dan ketaqwaan. Gelar kehormatana itu disematkan  pada saat puncak kejayaan aceh dibawah pimpinan sultan iskandar muda. Ya, mungkin julukan itu layak buat aceh pada masa itu, dimana segala sesuatu yang dilakukan selalu bernuansa islami. Tetapi, bukanberarti  sekarang tidak bernuansa islami lagi setiap apa yang ditekuni masyarakat aceh. Hanya saja, islam yang seperti apa? Apakah islam hanya sebatas tertera pada kartu identitas(ktp) ? atau islamyang benar-benar dari dalam qalbu individu yang mengaku dua syahadat, yaitu bersaksi Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad Sebagai nabinya?
            Lucu rasanya ketika menjadi satu-satunya provinsi yang memiliki Dinas Syariat Islam tetapi tidak bersyariat.
Islam di aceh saat ini sudah sangat terpuruk bahkan bisa dikatakan terancam punah.  Dilihat pada sisi pemerintah,  benar yang memimpin ialah mereka yang agamanya kuat dan rata-rata memiliki tanda sujud di dahinya,tetapi tidak bisa dipungkiri, bahwa orang yang seperti itu tidak melakukan korupsi. Korupsi tidak selalu diidentikan dengan uang , bisa saja korupsi waktu, bisa kita lihat  berapa banyak pejabat pemerintahan yang menghabiskan waktu untuk bercengkerama tidak jelas di warung kopi berjam-jam pada jam kerja, sementara banyak sekali perihal pemerintahan yang harus diselesaikan. Contoh korupsi lainya juga bisa dilihat selalu terjadi ‘penyunatan’ uang masuk, sehingga berbagai aspek pembangunan tidak sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan. Ini jelas bahwa cover keagamaan itu tidak menjamin mereka itu selalu baik.
Aceh, khususnya banda aceh tentunya sudah memiliki ikon kegamaan yang kuat dan bahkan hampir dikenal di seluruh penjuru dunia. Yaitu Mesjid Raya Baiturahman. Mesjid yang ini menjadi pusat perhatian setiap insan yang datang ke Aceh. Saat ini  mesjid ini sudah diperluas dan diperindah dengan ornamen bangunan yang hampir menyerupai mesjid di Madinah. Tujuan perluasan mesjid ialah untuk membuat semua orang bisa beribadah dengan tenang tanpa perlu berdesak-desakan. Tetapi, para pengunjung sudah menyalahgunakan hal itu, mereka datang ke mesjid bukan untuk beribadah, melainkan untuk berpoto riya, berselfi (istilah anak muda sekarang),  bahkan ada yang berpiknik bersama keluarga, teman, dan “pacar”. Efek samping dari kegiatan tersebut ialah mesjid menjadi kotor dan merusak keindahan dan kebersihan mesjid. Jauh-jauh dari kampung datang ke Mesjid raya hanya sekedar berpoto, lalu pulang atau ketempat lain tanpa beribadah terlebih dahulu di dalam mesjid. Ada juga yang ketika azan berkumandang masih saja tertawa gelak tidak menghiraukan panggilan dari pencipta-Nya. Dikawatirkan mesjid ini akan jadi objek wisata bukan lagi tempat beribadah. Lalu, layakah kita menyalahkan orang lain menodai agama kita, sementara kita sendiri tidak pernah mau tau dengan agama kita.
Berbicara keamanan di Aceh, jelas aman karena sudah tidak lagi di era perang. Hanya saja ada sisi lain yang tidak aman. Misalnya, banyaknya pencuri yang mencover dirinya sebagai orang baik. Datang kemesjid bukan tujuan  untuk beribadah melainkan untuk mencuri. Ketika kita salat lalu meletakkan tas di depan, maka rasa was-was mengganggu proses ibadah sebab dikawatirkan ada tangan jahil yang akan merogoh tas kita. Muazin saja bisa mencuri kotak amal mesjid seusai azan. Hal sepele lain pun dapat terjadi di kawasan ibadah kita. Seperti hilangnya sendal, jangankan sendal mewah atau mahal sendal jepit harga 12 ribu saja diembat juga. Maka benar apa yang dikatakan orang-orang “jangan menilai buku dari sampulnya”. Kemudian timbul pertanyaan, kemana lagi kita menemukan orang baik jika di kota seramoe mekkah saja sudah banyak setan bertopeng malaikat?
Menyingkap fenomena yang saat ini melanda kaum pemuda aceh ialah, banyaknya warong kopi atau sering di singkat warkop yang menyediakan wifi-free unlimited, cukup 3-7 ribu saja sudah bisa mengakses internet tanpa meperdulikan waktu. Hanya waktu magrib saja warkop itu ditutup sejenak. Bukan pintu yang ditutup hanya lampu saja dimatikan, meskipun demikian masih terlihat berapa pemuda yang terfokus pada laptop dalam keremangan senja. Hal lain lagi, senang rasanya ketika melihat pemuda aceh duduk dan bergurau sesama pemuda begitupun pemudinya, terlintas dipikiran kita bahwa mereka paham tidak boleh duduk bersama yang bukan mahram kecuali di tiga tempat, yaitu tempat belajar, tempat ibadah dan pasar. Tetapi ada unsur lain dibalik kebersamaan sesama jenis tersebut. Para generasi muda aceh ini sudah mulai diracuni oleh peradaban barat, mereka sudah menyukai sesama jenis (homoseksual). Dan bahkan ada yang sudah melakukan hubungan sesama jenis tersebut. Hal ini dilihat dari maraknya berita penangkapan para pelaku homoseks di Aceh.
Malu rasanya ketika mendengar orang begitu bangga mengatakan dirinya anak Aceh  kota  seramoe mekkah. Karena terkadang dia sendiri tidak paham apa itu kata seramoe mekkah sehingga apa yang dia katakan tidak sesuai dengan yang dia lakukan. Jelas ini membuktikan bahwa dia tidak paham makna yang mendalam dari seramoe mekkah tersebut.
Permasalahan moral yang terjadi saat ini di Aceh sudah menunjukkan bahwa Islam Di Aceh akan terancam punah. Sekilas kita berbalik ke sejarah kehancuran peradaban islam di Spanyol   seperti yang di tuliskan dalam Geografi Islam karangan bapak  Hasan Basri M.Nur dan Zaki Husain, sepertinya akan terjadi kehancuran Islam di Seramoe mekkah layaknya kehancuran peradaban Islam Di Spanyol. Kita bisa membaca bagaimana Islam disana hancur dan terporakporandakan dan dikhawatirkan hal itu akan terjdi di kota Islam aceh tercinta ini.
            Pemerintah Islam Spanyol baru berakhir sekitar tahun 1492 atau 1502, setelah sekitar  delapan abad lebih berkuasa. Sedikit demi sedikit umat Islam di eropa kehilangan wilayahnya. Mula-mula kota toledo direbutnya kota toledo direbut oleh kristen pada tahun 1085 M. Tahun 1236 M menyusul kardoba dirampas oleh raja Alfanso VII dari castillia. Dengan direbutnya kota kardoba, maka hancur pula pusat kebudayaan Islam. Berbagai Infrastruktur yang telah dibangun oleh pemerintahan islam dihancurkan , termasuk mesjid raya kardoba serta kutubul Hannah yang berisi segala cabang ilmu musnah.
            Setelah bersatunya raja kristen eropa, terutama raja spanyol dan protugis, yang kemudian raja feerdinand menikah dengan ratuisabela pada tahun 1502. Keduanya lalu meresmikan penghapusan semua bentuk syiar islam di spanyol dan tidak diizinkan lagi orang islam menetap serta menjalankan agamanya dalam kerajaan mereka, walaupun dalam temapt yang tertutup. Semua kaum muslimin di usir atau dipaksa masuk agama kristen. Juga tidak boleh ada penduduk yang memakai nama arab atau Islam. Bila ada yang melanggar keputusan raja adalah dibunuh hukumannya.
            Kehancuran Islam di Spanyol hampir mirip dengan apa yang akan terjadi di Aceh. Hanya saja Islam di Aceh dihancurkan oleh rakyatnya sendiri bukan oleh orang lain. Bukankah kasus jauh  ini lebih parah?. Jika permasalahan moral di Aceh tidak bisa dikurangi dan dihilangkan, maka nantikan saja Islam di aceh akan hancur, segala peradaban akan berganti peradaban barat.  Islam hanya akan jadi syarat KTP dan tidak bisa  dikatakan tidak mungkin Poin agama dalam kartu identitas akan hilangkan. Mungkinkah Islam Seramoe mekkah akan bertahan dalam kondisi di atas? Jelas tidak. Jika seramoe mekkah tidak bisa dipertahankan, maka harapan mewujudkan Aceh kota Madani hanyalah sebatas wacana.
           

Rabu, 31 Mei 2017

Aceh, Sudah saatnya Revitalisasi Agama

Aceh, Sudah saatnya Revitalisasi Agama
oleh : Yuliana

Menelaah kembali kata seramoe mekkah. Sudahkah penerapan syariat Islam di Aceh berkembang menuju perkembangan yang begitu memuaskan?. Sementara perdebatan publik masih berkisar tentang hukum-hukum syariat islam. Bukankah Islam adalah simbol ketaatan kepada seseuatu yang harus dipatuhi dan dipercayai sepenuhnya. Bukankah nilai ketaatan akan hukum juga akan berpengaruh negatif apabila Islam itu tidakdipercayai sepenuhnya?.

Lantas kenapa penerapan syariat Islam saat ini  di Aceh sangat sulit dilakukan?

Aceh bisa dikatakan “ladang” pendidikan berbasis agama, buktinya banyak sekali terdapat lembaga pendidikan bernuansa Islami, seperti banyaknya dayah-dayah dan persanteran bahkan jenjang tinggi pendidikan Islam  juga terdapat di Aceh seperti Universitas Islam yang hampir terdapat diseluruh pelosok aceh. Singkatnya, banyak faktor yang tidak mendukung hal ini seperti masalah kemampuan ulama di aceh, dan keterbatasan ilmu yang dipelajari dilingkungan pesantren dan dayah di Aceh, serta faktor ekonomi.

Dilihat dari kultur sejarah, masyarakat Aceh bukanlah orang yang mudah menerima dan mempercayai sesuatu dengan mudah, mereka akan meneliti dan menelaah dulu sesuatu itu baru kemudian mentaatinya. seperti misalnya kepercayaan kepada Raja pada masa kerajaan Aceh dahulu, tidak lahir karena adanya intimidasi kepada masyarakat yang membuat takut masyarakat, tetapi justru lahir dari adanya i’tikad yang baik dari Raja bekerja untuk kebaikan masyarakatnya. Masyarakat Aceh, yang dahulunya percaya kepada kearifan ulamanya, saat ini seperti kehilangan kepemimpinan ulama yang kharismatik yang benar-benar dipercayai dengan sepenuh hati, terlihat dari pelaksanaan syariat islam yang masih membingungkan.

Sebenarnya, tidak ada masyarakat Aceh yang tidak gembira dengan diberlakukannya Syari’at Islam, karena jelas perjuangan yang digemakan Tengku Daud Beureueh kepada Soekarno (Presiden RI saat itu) untuk memberlakukan Syari’at Islam di Aceh baru berhasil setelah ribuan nyawa melayang, membuktikan bahwa Syari’at Islam di Aceh benar-benar merupakan perjuangan yang panjang. Karena itu, sebagai wujud syukur atas keberhasilan ini rakyat Aceh akan berusaha merealisasikan Syari’at Islam semaksimal mungkin (kaffah) di Aceh, disamping Syari’at Islam memang merupakan panggilan terdalam nurani rakyat aceh untuk mengamalkan Islam secara kaffah sejak dahulu kala.

 Islam adalah lambang ketaatan kepada sesuatu, bukan paksaan yang malah akan membuat hukum itu akan ditakuti, apalagi jika hukum yang ditakuti itu adalah hukum Tuhan, sehingga terhadap penerapan syari’at islam di Aceh masih banyak pertanyaan seperti, apa saja yang termasuk Syariat Islam? siapa yang harus menjalankannya dan siapa yang paling bertanggungjawab atas penegakannya? kapan dan bagaimana Syari’at Islam itu siap dijalankan? Tentu saja pertanyaan-pertanyaan ini butuh jawaban yang tidak mudah.

Tidak perlu terburu-buru mengatakan bahwa Islam mengatur semuanya sebelum kita mengetahui kenapa Islam harus mengatur segalanya, Allah menurunkan ajaranNya yang berisikan aturan-aturan kehidupan tidak hanya diperuntukkan bagi kehidupan agama, karena aturan agama itu sebenarnya adalah aturan yang dijalankan manusia di dunia yang kemudian berimbas terhadap akhirat. Allah tidak memberi aturan yang mengatur bagaimana cara beribadah dalam Islam? bagaimana cara shalat, puasa, zakat dan haji? tanpa mengatur bagaimana cara bersosial? berpolitik? keamanan dan pertahanan?  Bukankah tidak ada masalah yang berada diluar itu yang Islam tidak mengaturnya?

Seperti yang kita ketahui Al-Qur’an memuat semua aturan yang ada di dunia ini dan menjadi petunjuk bagi manusia untuk menjalankan kehidupan dunianya untuk menuju akhiratnya, maka pertanyaan pertama adalah bukan siapa yang harus menjalankan Syari’at tersebut, tetapi siapa yang dapat memahami aturan itu benar sebagaimana yang dimaksud oleh Allah dan Rasul-Nya secara tepat?. Dalam  Allah SWT telah memberikan manusia akal fikiran untuk mempertimbangkan dua hal ini yang menurut al-Qur’an tidak mungkin akan bertemu dalam satu waktu, karena yang benar dan salah merupakan suatu yang saling bertentangan. Untuk menetapkan kebenaran memerlukan diskusi dan waktu yang panjang, Islam melarang menetapkan kebenaran secara sepihak tanpa terlebih dahulu dilakukan pembahasan, diskusi, debat yang semua diatur dengan sistem hikmah dan mau’idhatil hasanah, karena menerapkan sistem ini pula Aceh telah mengalami masa keemasannya sebagai salah satu pusat studi Islam dunia pada masa Sultan Iskandar Muda.

Untuk mewujudkan hal itu kembali, maka yang dibutuhkan Aceh saat ini adalah mengangkat kembali urgensi pendidikan agama agar  menjadi satu-satunya sarana untuk membangun kembali peradaban Aceh yang hilang akibat pertumpahan darah yang berlangsung sejak serangan portugis pertama kali ke Malaka (saat itu masih wilayah kerajaan Aceh), karena dengan diutamakannya pendidikan khususnya pendidikan agama di Aceh, maka 10 atau 20 tahun mendatang Aceh akan memiliki ulama yang menjadi rujukan rakyat Aceh, dan dapat menjadi percontohan untuk penerapan Syari’at Islam di Aceh secara kaffah serta mampu menjawab setiap persoalan kehidupan dengan petunjuk al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Pendidikan yang dimaksud tentu dengan kurikulum yang memiliki tujuan dan ukuran jelas dan  ditujukan untuk penerapan Syari’at Islam maksimal di Aceh, artinya dengan penerapan Syari’at Islam di Aceh bukan justru membuat Aceh menjadi tertutup untuk setiap pemikiran yang berkembang di dunia saat ini, melainkan  berdasarkan pada keyakinan bahwa Islam adalah agama yang universal milik semua umat manusia yang menginginkan kebenaran, dan mampu menjawab setiap persoalan dunia.

Mengingat adanya lembaga khusus yang akan menangani masalah penerapan Syari’at Islam di Aceh yaitu Dinas Syari’at Islam. Sehingga pendidikan agama yang dimaksud benar-benar akan mendapat naungan penuh dari negara yang ditujukan sebagai persiapan untuk calon ulama yang mengisi Aceh di masa mendatang, walaupun  keberadaan naungan tersebut tentu tidak dapat mengintervensi syari’at secara langsung menurut kemauan politik pemerintah.

Untuk itu, pemerintah yang saat ini telah diberikan kekuasaan penuh untuk mendukung penerapan Syari’at Islam di Aceh seharusnya memberikan bantuan yang maksimal untuk segera melakukan persiapan penegakan Syari’at Islam secara kaffah di Aceh jika memang pemerintah benar-benar bertujuan untuk itu, jika tidak masyarakat Aceh bisa menilai apa sebenarnya yang menjadi tujuan pemerintah untuk Aceh. Dukungan pemerintah untuk pendidikan kader ulama aceh (atau dengan istilah yang disesuaikan) disamping ulama itu sendiri sangatlah dirasa penting sebagai percepatan penerapan Syari’at Islam secara kaffah di Aceh.Salah satu usaha tersebut adalah dengan mendirikan sekolah persiapan kader ulama, karena lulusan-lulusan dari sekolah persiapan inilah nantinya akan mengisi setiap pos hingga kelompok masyarakat terkecil di Aceh.  Tetapi, dana untuk penerapan Syari’at Islam itu sendiri sangat minim, tidak hanya itu bahkan menurut hasil penelitian acehinstitute.org Dinas Syari’at Islam sendiri diisi bukan oleh orang-orang yang berbasis agama, tidak hanya pada pegawainya yang tidak cocok (dengan tidak generalisasi), personil Dinas Syari’at Islam malah lebih banyak lulusan SLTP dan SLTA.

Persiapan personel Dinas Syari’at Islam untuk saat ini benar-benar dipaksakan, sedangkan kita tahu bahwa keterpaksaan tidak akan berdampak baik bagi apapun, dan kebutuhan akan adanya lembaga persiapan untuk itu sangat mendesak, jika hal ini tidak segera diselesaikan maka akan berdampak buruk bagi Syari’at Islam itu sendiri yang telah memiliki dukungan penerintah tetapi tidak ada kemajuan yang berarti, dampak tersebut bukan hanya dimata masyarakat Aceh sendiri yang lambat-laun akan bosan nantinya, tapi juga dimata Internasional. Jika pemerintah dan orang yang bertanggung jawab mampu melaksanakan tugas ini telah berhasil menerapkan sistem yang baik bagi persiapan tersebut, maka Syari’at Islam sendiri perlahan akan diterima dengan lapang dada dan tanpa paksaan di Aceh, saat itulah pertanyaan tentang siapa yang akan menjalankan dan bertanggung jawab atas Syari’at Islam di Aceh akan terjawab dengan sendirinya, yaitu rakyat aceh sendiri
.
Setelah persiapan-persiapan tersebut telah rampung dan berhasil mencetak ulama-ulama Aceh untuk diterjunkan dalam masyarakatnya, dan memberi bimbingan keagaamaan serta penyuluhan rohani yang tepat bagi penyakit masyarakat, sehingga masyarakat yang rohaninya terbimbing dengan Islam tentu akan membawa keberkahan bagi wilayah itu sendiri sebagaimana janji Allah  “jika penduduk suatu daerah beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan membukakan pintu keberkahan bagi mereka “, artinya kemajuan lain seperti bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan ikut maju dengan sendirinya.

Namun tentu ulama-ulama yang diterjunkan ke masyarakat tidak seperti “induk ayam yang mematuk anaknya yang telah besar”, pemerintah harus tetap memperhatikan kesejahteraan ulama dari segi kehidupan dan ekonominya, sehingga ulama benar-benar berkonsentrasi untuk membimbing umat tanpa harus mengurangi waktunya untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Mampukah pemerintah kita yang mengaku sebagai pelayan masyarakat dalam mengatur hal ini dan kita sebagai juri.


Kemunafikan dalam Pembelaan Palestina

Oleh  : Yuliana Dilema besar dari keputusan Donald Trump ini ialah sebuah keyakinan keimanan tidak akan pernah selesai dengan solu...